MEDIA ID – Press release, Bulan puasa mempunyai cerita tersendiri, terutama untuk orang-orang yang menjalani ibadah puasa di Negara yang jauh dari kampung halaman. Pada kali ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman berpuasa di negrinya raja fir’aun.
Tahun ini merupakan tahun ketiga saya menjalani ibadah puasa sembari menjalani aktifitas menjadi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum di Univeritas Al Azhar Kairo.
Puasa di Mesir terkadang bisa menghabiskan waktu duriasi yang lebih lama di bandingkan dengan berpuasa di Indonesia. Terutama di musim panas, ditahun yang lalu saja misalnya saya berpuasa selama 15 jam dan suhu disini bisa mencapai 40 derajat celcius.
Sholat Terawih dengan Beragam Qiroaat
Sholat terawih di Negeri Firaun ini tidak jauh berbeda dengan ditanah air hanya saja yang menjadikannya menarik adalah Imam Masjid yang kadang bergantian menggunakan bacaan al-qur’an yang qiroat berbeda, bagi saya ini merupakan sebuah khazanah yang jarang kita jumpai di Indonesia, terutama di Masjid daerah Lombok Tengah tempat saya tinggal.
Pada tahun ini Pemerintah Republik Arab Mesir juga mengizinkan sholat teraweh berjamaah dengan syarat menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Sejak tahun lalu pelaksanaan sholat terawih di setiap Masjid dilaksanan dengan delapan rekaat, karena pemerintah menerapkan waktu durasi untuk pelaksanaan sholat terawih tidak lebih dari setengah jam,
Sahur dan berbuka di Mesir
Diantara beberapa hal yang menarik dari berpuasa di Mesir adalah adanya semacam tradisi berbuka puasa bersama secara gratis hampir disemua tempat mulai dari Masjid hingga tengah jalanan pertokoan. Tradisi ini umumnya dikenal dengan istilah Maidaturrahman (Terj. Hidangan Tuhan).
Umumnya hampir di sepanjang jalanan kota Kairo kita akan menemukan beragam sajian khas Mesir yang disediakan menjelang waktu berbuka. Saya pribadi lebih menikmati hidangan berbuka di Masjid Al Azhar, disamping menunya yang memang berkelas juga karena banyaknya teman-teman mahasiswa asing yang berbuka disana.
Rindu keluarga di Lombok
Meski saya cukup beruntung karena bisa diberikan nikmat berbuka di Negeri yang di juluki Bumi para Nabi ini saya tidak menafikan ada perasaan rindu akan suasana bulan Ramadhan di kampung halaman, Lombok.
Ini bukan saja karena hidangan emaq yang selalu tersaji hangat tapi juga karena nuansa kebersamaan dengan keluarga yang akan terasa berarti ketika kita sudah tidak bisa merasakannya.
Saya kira hampir setiap orang yang pernah jauh dari kampung halaman akan merasakan betapa berartinya kebersamaan berbuka puasa, melepas haus dan lapar bersama orang-orang terdekat. (*)